Jalan
Bian terlihat sudah siap di depan rumahnya menunggu kedatangan sang adik kelas. Pemuda itu duduk di kursi teras menghadap taman melihat Pak Yogi—pekerja di rumahnya, sedang membersihkan daun-daun kering yang sudah jauh ke tanah. Hari ini bian memilih memakai kemeja biru oversize dengan motif kotak-kotak.
“Aku bangun pagi ini sambil dengar burung bernyanyi. Kupandangi pohon-pohon indah mewarnai bumi. Panasnya mentari, menghangatkan dan sinari bumi. Kutersenyum dan menari, mensyukuri hidup ini ...”
Bian menyanyikan lagu milik Iqbaal yang berjudul terima kasih itu dengan riang. Pak Yogi yang melihat itu pun tersenyum dan memberikan tepuk tangan. Mood Bian pagi ini benar-benar sangat bagus.
Bian melihat sebuah mobil berhenti di seberang jalan depan rumahnya. Pemuda itu dapat melihat sang pemilik mobil yang turun dan berlari ke arah rumahnya.
“Hallo Pak,” sapa Azka sopan ke Pak Yogi.
Bian mengangkat alis memandangi Azka dengan tatapan tak terbaca. Azka menghampiri Bian dan menatapnya balik, “Ayo berangkat,” ucap Azka dengan tenang. Bian hanya mengangguk merespon ajakan Azka.
“Btw gue seganteng itu ya kak sampe lo melongo liatin gue mulu,” celetuk Azka menggoda Bian.
Bian menoleh dan mencibir, “Gak! Lo jelek.”
Bian berjalan mendahului Azka. Diam-diam ia tersenyum. Namun tak lama jadi tersenyum riang sampai matanya menipis memperlihatkan eyesmile cantik miliknya. Hatinya menghangat setelah melihat bagaimana Azka berinteraksi dengan Pak Yogi.
Ia sekarang yakin bahwa Azka berbeda dari orang yang dulu ia kenal.
Begitu sampai di taman, wajah Bian langsung merekah ketika melihat tempat penyewaan sepeda.
“Azka main sepeda dulu aja dulu yuk! Makan ice cream-nya nanti aja habis main sepeda biar lebih seger!” ucap Bian riang.
Azka yang melihat Bian begitu bersemangat langsung menyetujuinya. Bian bersorak kegirangan, ia bahkan sampai melompat dengan merentangkan kedua tangannya. Azka yang melihat itu hanya tertawa, entah kenapa melihat Bian bertingkah lucu begitu sangat menyenangkan untuknya.
“Azka sini cepetan!”
Bian menjatuhkan pelan tubuhnya ke kursi taman, ia hampir pingsan. Ia menyesal setelah mengiyakan ajakan Azka untuk berlomba. “Yang paling cepet sampe ujung terus balik ke sini lagi nanti boleh minta apapun.” Bian mengingat kembali ajakan Azka.
Siapa coba yang tak tergiur dengan hadiah itu? Jika ia menang, ia bisa meminta Azka membelikannya 10 ice cream mint choco kesukaannya. Namun ia kalah. Azka dengan mudah mengalahkannya.
“Kak gue beli ice cream dulu ya,” ucap Azka disampingnya.
Bian mengerucutkan bibir, “Jauh nggak?”
Azka tersenyum, tangannya terangkat membelai rambut Bian. “Nggak kok, itu di situ. Semoga aja ada rasa mint choco ya,” jawab Azka sambil menunjuk sebuah toko ice cream yang tak jauh dari tempat mereka duduk.
Bian yang dibelai rambutnya merasa gugup. “I-iya udah sana, gue juga udah haus,” ucapnya sambil menyingkirkan tangan Azka dirambutnya. Azka terkekeh, ia senang melihat Bian yang malu-malu kucing begitu.